Tuesday, January 8, 2019

Pajak

Hasil gambar untuk pajak

Dewasa ini kita tentunya telah mendengar tentang pajak. Baik itu pajak bumi dan bangunan, pajak motor ataupun pajak penghasilan, semua telah kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan terkadang produk konsumtif yang Anda nikmati pun terkena pajak. Memang secara sepintas terdengar pajak ini memberatkan masyarakat. Akan tetapi, jika Anda mengetahui apa fungsi pajak  dan manfaatnya, pandangan Anda akan berubah tentang pajak.

  • Pengertian pajak

     Secara umum pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 

Berdasarkan dari Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

  • Siapakah yang wajib pajak?
Disebutkan pada UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN  BAB I, KETENTUAN UMUM pada Pasal 1 mengatakan bahwa Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan;
Berdasarkan dengan definisi tersebut maka wajib pajak digolongkan menjadi 2 yaitu :
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
Yang dimaksud Wajib Pajak Orang pribadi jelas hanya satu orang saja (personal), seperti karyawan, Dokter, Pengacara, Usahawan, PNS, TNI, POLRI dan lain sebagainya sesuai dengan perturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini. Berdasarkan contoh diatas yang sebut dengan Wajib Pajak orang Pribadi adalah
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Usaha.
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Pekerjaan Bebas.
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Pekerjaan.
Sedangkan Wajib Pajak Orang Pribadi dibagi menjadi 5 Kategori yaitu:
  1. Orang Pribadi (Induk) yaitu terdiri dari wajib pajak belum menikah dan suami sebagai kepala keluarga.
  2. Hidup Berpisah (HB) yaitu wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (cerai)
  3. Pisah Harta (PH) yaitu suami istri yang dikenai pajak secara terpisah karea menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis.
  4. Memilih Terpisah (MT) yaitu wanita kawin, selain kategori hidup berpisah dan pisah harta, yang dikenai pajak secara terpisah karena memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya.
  5. Warisan Belum Terbagi (WBT) sebagai satu kesatuan merupakan subjeknpengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.
  1. Wajib Pajak Badan (WP Badan)
Yang dimaksud badan adalah Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak Badan dibagi menjadi 5 kategori yaitu:
  1. Badan
  2. Joint Operation (JO) yaitu bentuk kerjasama operasi yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak atas nama bentuk kerja sama operasi.
  3. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yaitu wajib pajak perwakilan dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing di Indonesia yang bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
  4. Bendahara, bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan jasa, serta pembayaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang undangan dibidang perpajakan.
  5. Penyelenggara Kegiatan, yaitu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan peraturan perundang undangan dibidang perpajakan.
Wajib Pajak adalah meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, ketiga kata ini mempunyai arti atau pengertian yang berbeda. Contohnya pembayar pajak yaitu pengusahan yang langsung membayar pajaknya ke kas Negara. Kemudian pemotong pajak disini dicontohkan seperti perusahaan yang melakukan pemotongan pajak atas penghasilan karyawannya, dan yang terakhir adalah pemungut pajak dapat di contohkan seperti perusahaan atau bendaharawan yang memungut pajak atas pembelian barang atau jasa dari kliennya.
  • Masuk kemanakah pajak yang kita bayarkan?
Pajak yang dibayarkan langsung masuk ke kas negara dan dipergunakan negara untuk kepentingan umum, pembangunan, dan biaya penyelenggaraan negara. Selain itu, masyarakat juga perlu diberi kewenangan untuk mengawasi pajak yang telah dibayarkan, apakah telah disalurkan dengan benar atau tidak. Jika terjadi penyimpangan, maka harus dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

Penggunaan pajak mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum, seperti: jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, dan kantor polisi dibiayai dari pajak. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), gaji pegawai negeri, dan pembangunan fasilitas publik semua dibiayai dari pajak. Semakin banyak pajak yang dipungut, maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang dibangun.

  • Jenis-jenis pajak
a.    Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan biasa disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh 25 25 adalah pajak yang dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya atas penghasilan yang didapat. Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai Undang-Undang Nomor 7 & Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 & Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 & Tahun 2000, dan terakhir Undang-Undang Nomor 36 & Tahun 2008.

Contoh :

o   Jika Anda memiliki penghasilan per bulan Rp 5.000.000, maka penghasilan kotor per tahunnya mencapai Rp 60.000.000.
o   Bila Anda masih bujangan, maka Anda masuk dalam kategori PTKP poin pertama yakni Rp 54.000.000.
o   Penghasilan kotor-PTKP = penghasilan bersih yakni Rp 60.000.000-Rp 54.000.000 = Rp 6.000.000. Penghasilan bersih Anda adalah Rp 6.000.000.
o   Dari penghasilan ini, Anda bisa menghitung besarnya pajak yang akan Anda bayarkan. Cara menghitung pajak penghasilan dengan penghasilan bersih Rp 6.000.000 maka Anda akan mengikuti poin tarif pajak yang kedua yakni 15%.
o   Pajak penghasilan = 15% x Rp 6.000.000 = Rp 900.000. Jadi, pajak penghasilan per tahun yang harus Anda setor ke negara adalah Rp 900.000 atau Rp 75.000 per bulan.

b.    Pajak Bumi dan Bangunan

PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) adalah pajak yang ditanggung oleh orang pribadi atau badan yang mendapatkan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik karena hak atas tanah dan bangunannya.

Contoh :

Pak Amin memiliki rumah seluas 50 meter persegi yang berdiri di atas sebidang tanah seluas 100 meter persegi. Diketahui harga bangunan tersebut adalah Rp500.000, sedangkan harga tanah tersebut adalah Rp1.000.000. Jadi berapakah PBB yang harus dibayarkan oleh Pak Amin?

Pertama, kita hitung terlebih dahulu nilai bangunan dan tanahnya:

Bangunan: 50 x Rp500.000 = Rp25.000.000
Tanah: 100 x Rp 1.000.000 = Rp100.000.000

Kedua, kita hitung NJOP nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah:

Nilai Bangunan: Rp25.000.000
Nilai Tanah:   Rp100.000.000
--------------------------------------- +
         Rp. 125.000.000

Terakhir, setelah diketahui NJOP nya, kita bisa langsung menghitung PBB nya:
NJKP: 20% x Rp125.000.000 = Rp25.000.000
PBB: 0,5% x Rp 25.000.000 = Rp125.000

c.    Pajak Belanjaan / Reklame

Secara garis besar reklame dibedakan menjadi dua jenis yaitu Reklame Produk dan Reklame Non-Produk. Kita mengambil contoh Peraturan Gubernur DKI Jakarta sebagai acuan dalam mendefinisikan kedua istilah tersebut. Pertama, Reklame Produk adalah reklame yang berisi tentang suatu barang atau jasa dimana tujuan reklame tersebut semata-mata untuk keperluan promosi sesuai dengan Pergub DKI Jakarta Pasal 1 angka 11 Nomor 27 Tahun 2014. Kemudian berdasarkan Pergub Nomor 27 tahun 2014 Pasal 1 angka 10, menyatakan bahwa Reklame Non Produk adalah jenis reklame yang semata-mata memuat nama perusahaan/badan/nama profesi atau usaha, termasuk juga logo, simbol atau identitas badan/perusahaan dan usaha yang dapat diketahui oleh khalayak umum.

Contoh :

Misalnya perusahaan anda ingin memasang Baliho ukuran 4 X 7 meter di area Kuningan (Protokol A) sebanyak 6 buah selama 7 hari maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

28 m x 6 buah x 125.000 x 7 hari x 25% (Pajak Reklame) = Rp. 36.750.000


d.    Pajak Barang Mewah

PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) menurut UU nomor 42 tahun 2009 Pasal 5 adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Contoh barang mewah yang tergolong dalam kelompok Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah sebagai berikut :
  1. 10%
  • Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10-15 orang beserta dengan pengemudi
  • Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang beseta pengemudi selain sedan atau station wagon
  1. 20%
  • Kendaraan bermotor dengan kabin ganda
  • Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 orang dengan pengemudi, bahan bakar nyala api dengan 1 gandar penggerak (4×2) berkapasitas silinder yang tidak lebih dari 1500 cc
  •  termasuk pengemudi dengan bahan bakar cetus api, sistem 1 gandar penggerak (4×2) atau 2 gandar penggerak (4×4), berkapasitas silinder yang bermassa tidak lebih dari 5 ton
  1. 30%
  • Kendaraan sedan atau station wagon yang daya angkutnya kurang dari 10 orang dengan bakar cetus api bersilinder 1500 cc
  • Kendaraaan bermotor selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 ganda (4×4) bersilinder sampai dengan 1500 cc
  1. 40%
  • Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon berbahan bakar cetus api yang bergandar (4×2), berkapasitas silinder lebih dari 1500 cc sampai 3000 cc
  • Kendaraan bermotor berbahan bakar cetus api berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon yang bersistem 2 gandar (4×4) serta bersilinder lebih dari 1500 cc-3000 cc
  • Kendaraan bermotor berbahan bakar nyala kompresi berupa sedan atau station wagon bersistem 2 gandar penggerak (4×4) bersilinde 1500 cc hingga 2500 cc
  1. 50%, yakni kendaaan khusus untuk golf
  2. 60%
  • Kendaraan bermotor beroda dua yang berisi silinder lebih dari 250 cc hingga 500 cc
  • Kendaraan khusus untuk perjalanan di atas salju, pantai atau gunung
  1. 75%
  • Kendaraan bermotor dengan pengangkutan kurang dari 10 orang berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, berbahan bakar cetus api bergandar (4×2) atau (4×4) yang bersilinder lebih dari 3000 cc
  • Kendaraan bermotor berangkut kurang dari 10 orang berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, berbahan bakar nyala api bergandar (4×2) yang bersilinder lebih dari 2500 cc
  • Kendaraan bermotor beroda dua dengan berkapasitas isi silinder lebih dari 500 cc
  • Trailer atau semi trailer dari tipe caravan bagi perumahan atau kemah
Adapaun contoh barang kena pajak terutama barang mewah selain kendaraan bermotor adalah sebagai berikut :
  1. 10%
  • Alat rumah tangga, pesawat pendingin, pemanas dan penerima siaran televise
  • Peralatan dan perlengkapan olahraga dan
  • Mesin pengatur suhu udara
  • Alat fotografi, sinematografi dan perlengkapannya
  1. 20%
  • Alat rumah tangga
  • Hunian mewah
  • Pesawat penerima siaran televise
  • Mesin pengatur suhu udara
  1. 30%
  • Kapal
  • Peralan dan perlengkapan olahraga selain dari yang disebutkan pada tariff 10%
  1. 40%
  • Minuman yang mengandung alkohol
  • Barang yang berasal dari kulit atau sejenis kulit tiruan
  • Permadani yang terbuat dari sutera
  • Barang-barang kaca
  • Barng yang seluruh atau sebagiannya terbuat dari logam
  1. 50%
  • Pemadani yang terbuat dari kulit hewan
  • Pesawat udara
  • Perlengkapan olahraga selain yang disebutkan dalam kelompok 10% dan 30 %
  • Senjata api
  1. 75%
  • Minuman beralkohol selain yang terdapat pada tarif 40%
  • Barang yang terbuat dari batu mulia
  • Pasar pesiar mewah

e.    Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

Contoh :

Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009 pasal 7 :

1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).
2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a.    Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
b.    Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
c.    Ekspor Jasa Kena Pajak
3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.


  • Fungsi pajak
1. Fungsi anggaran (budgeter)

Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa pajak merupakan sumber pendapatan negara, maka pajak berfungsi untuk membayar pengeluaran-pengeluaran negara. Demi perkembangan negara, maka pengeluaran besar seperti pembangunan nasional dan biaya lainnya tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu, negara harus memastikan keseimbangan antara pengeluaran tersebut dengan pendapatan negara melalui uang pajak.

2. Fungsi mengatur (regulasi)

Pajak juga dapat berfungsi untuk mengatur pertumbuhan ekonomi dari negara Indonesia. Dengan kebijakan pemerintah, pajak secara tidak langsung akan membantu ekonomi negara dan masyarakatnya.

Contohnya seperti untuk melindungi produksi dalam negeri, pemerintah meningkatkan harga bea masuk untuk produk dari luar negeri. Dengan demikian, masyrakat tidak perlu khawatir akan kompetisi harga yang ketat dengan produk luar negeri. Contoh lainnya dengan keringanan pajak, pemerintah dapat menarik investasi modal baik dalam negeri maupun luar negeri agar perekonomian Indonesia semakin produktif.

3. Fungsi stabilitas

Dengan pajak, pemerintah dapat menjalankan kebijakannya yang berhubungan stabilitas perekonomian negara. Jadi pajak dapat berfungsi untuk mengendalikan inflasi. Pemerintah dapat mengatur jumlah uang yang beredar dengan pemungutan pajak atau penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Dengan peningkatan pajak, maka jumlah uang yang beredar akan menurun sehingga inflasi tidak akan terjadi. Sebaliknya, jika kondisi ekonomi negara dalam deflasi maka pemerintah dapat menurunkan pajak.

4. Fungsi redistribusi pendapatan (pemerataan)

Pajak juga berfungsi sebagai pemerataan dari pendapatan masyarakat dengan tujuan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Pajak dapat digunakan untuk membiayai kepentingan umum dan pembangunan sehingga menciptakan lapangan kerja yang baru, dimana ujung-ujungnya akan membantu pendapatan masyarakat.

  • Tax Amnesty (Pengampunan pajak)

Menurut UU No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak,  Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pelaksanaan program tax amnesty ini sendiri berlangsung selama 10 bulan mulai dari Juli 2016 hingga April 2017 serentak di seluruh Indonesia. 

Sumber :


Kasus Pengelapan Pajak

Hasil gambar untuk kasus penggelapan pajak



Kasus pengelapan pajak di Indonesia marak terjadi, bahkan sudah menjadi kebiasaan. Dalam hal perpajakan, ada beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Diantaranya adalah :

1.    Kasus Gayus Tambunan
Hasil gambar untuk Kasus Gayus Tambunan
Gayus Halomoan Partahanan Tambunan adalah bekas pegawai negeri sipil di DJP Kemkeu. Ia dipenjara karena melakukan penyalahgunaan wewenang, menerima suap dari wajib pajak, dan pidana umum lainnya. Gayus merupakan PNS golongan IIIA namun disebut-sebut memiliki harta hingga puluhan miliar rupiah.
Gayus dinyatakan terbukti bersalah menerima suap senilai  Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan PT Metropolitan Retailmart terkait kepengurusan keberatan pajak perusahaan tersebut.
Gayus juga lalai menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang berakibat pada kerugian negara sebesar Rp 570 juta. Gayus juga terlibat dalam kasus penggelapan pajak PT Megah Citra Raya.
Gayus terbukti bersalah menerima gratifikasi saat menjabat petugas penelaah keberatan pajak di Ditjen Pajak. Gayus terbukti menerima gratifikasi sebesar US$ 659.800 dan Sin$ 9,6 juta.
Gayus juga dijerat dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Selama persidangan, gayus gagal membuktikan kekayaannya berupa uang RP 925 juta, US$ 3,5 juta, US$ 659.800, Sin$ 9,6 juta dan 31 keping logam mulai masng-masing 100 gram bukan berasal dari hasil tindak pidana.
Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia. Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak “ Gayus” tidak ditemukan sama sekali integritas yang tinggi, dalam hal kejujuran pejabat tersebut telah membohongi publik, dengan menggunakan uang  yang seharusnya bukan  miliknya.

v Mereka yang terkait kasus Gayus
a.         12 Pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru Ismiarso dicopot dari jabatannya dan diperiksa.
b.  2 orang Petinggi Kepolisian , Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Radja Erizman dicopot dari jabatanya dan diperiksa.
c.         Bahasyim Assifie, mantan Inspektur Bidang Kinerja dan Kelembagaan Bappenas 
d.        Andi Kosasih
e.         Haposan Hutagalung sebagai pengacara Gayus
f.         Kompol Muhammad Arafat
g.        Lambertus (staf Haposan)
h.        Alif Kuncoro 
i.          Beberapa aparat kejaksaan diperiksa
j.      Jaksa Cirus Sinaga dicopot dari jabatannya sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah, karena melanggar kode etik penanganan perkara Gayus HP Tambunan.
k.    Jaksa Poltak Manulang dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Pra Penuntutan (Pratut) Kejagung

v Bukti – bukti
Polri telah melakukan penggeledahan terhadap rumah terdakwa mafia hukum, Gayus Tambunan terkait pemalsuan paspor atas nama Sony Laksono. Hasil pemeriksaan rumah Gayus di daerah Kelapa Gading, penyidik telah menemukan berbagai barang bukti perjalanan ke beberapa negara.
"Penyidik telah menemukan berbagai barang bukti yang diperlukan sekaligus dalam konteks pembuktian," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 14 Januari 2011.
Boy pun menyebutkan barang bukti yang sudah disita Polri tersebut, antara lain boarding pass dari China Air yang digunakan Gayus ketika pulang dari Makau, boarding pass Air Asia atas nama istri Gayus, Milana Anggraeni.
Meski berstatus tahanan, Gayus diduga mengajak Milana pergi ke sejumlah negara. Mereka diduga pergi ke Makau (Hong Kong), Singapura, dan Kuala Lumpur (Malaysia).
Selain Milana, untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan, penyidik juga berharap bisa memperoleh keterangan dari Devina, penulis surat pembaca Harian Kompas yang menguak kepergian Gayus ke luar negeri.
Dengan menggunakan paspor atas nama Sony Laksono, Gayus pelesir ke berbagai tempat. Dari manifes, terdapat seseorang yang berinisial Sony bepergian ke luar negeri dengan pesawat Mandala pada 24 September dengan tujuan Makau. Pada 30 September, dengan menggunakan pesawat Air Asia tujuan Singapura, Sony Laksono duduk di bangku 11F.

2.    Kasus Dhana Widyatmika
Hasil gambar untuk Kasus Dhana Widyatmika
   Sosok Dhana Widyatmika, seorang mantan PNS Ditjen Pajak, yang menjadi tersangka kasus korupsi yang telah ditetapkan oleh kejaksaan agung yang pemberitaannya kini mengemuka di media massa. Dhana Widyatmika disebut-sebut sebagai The Next Gayus, karena memiliki rekening dibeberapa bank yang jumlahnya miliaran. Identitas Dhana Widyatmika sendiri terungkap dari informasi Kabag Humas dan TU Ditjen Imigrasi Maryoto Sumadi. Ketika wartawan detikFinance mengkonfirmasikan mengenai identitas yang sebelumnya disingkat dengan DW, maka Maryoto Sumadi membenarkan nama Dhana Widyatmika masuk dalam daftar cekal di imigrasi.
   Berdasarkan laporan yang dilansir oleh DetikFinance, menyebutkan bahwa Dhana Widyatmika merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Setelah melanjutkan program sarjana, dia meneruskan studi pasca sarjana di Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI).  Setelah lulus STAN, Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan pangkat penata. Ia kini berusia 37 tahun. Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rahmany mengungkapkan ‘The Next Gayus’ ini tidak lagi menjadi pegawai pajak. Karena, atas keinginannya sendiri Dhana Widyatmika ini meminta pindah ke instansi lain. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diminta menjatuhi hukuman membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam bulan.  Dhana dianggap terbukti melakukan tiga perbuatan pidana.
   Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama. Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
   Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf g undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
   Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya. Hal tersebut, kata Jaksa, dilakukan Dhana dengan sejumlah cara.
Cara pertama, dengan transaksi perbankan secara bertahap. Dhana memasukkan uang yang dimilikinya ke berbagai rekening, di antaranya, Bank CIMB Niaga Cabang Jakarta sekitar Rp 4 miliar, Bank HSBC Cabang Jakarta Kelapa Gading sekitar Rp 2,6 miliar, Bank Standard Chartered sekitar 271.000 dollar AS, Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Rp 474.000, CIMB Niaga Jakarta Sudirman sebesar Rp 54 juta dan Rp 30.000 dollar AS, kemudian Bank BCA Cabang Kalimalang sekitar Rp 4,1 miliar.
   Cara kedua, dengan membelanjakan uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut untuk membeli logam mulia seberat 1.100 gram yang kemudian disimpan dalam safe deposite box Bank Mandiri Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.
  Cara ketiga, membelanjakan uangnya untuk membeli tanah dan properti. Keempat, menyembunyikan uang dalam beberapa mata uang asing. Kelima, membeli barang-barang berharga. Keenam, membeli kendaraan bermotor uang disembunyikan dengan cara seolah-olah sebagai barang dagangan PT Mitra Modern Mobilindo88, menginvestasikan hartanya pada bidang properti.
   Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20 tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan Dhana.  Adapun hal yang meringakan karena berusia relatif muda sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim memberikan waktu satu minggu untuk mempersiapkan pleidoi. Sidang lanjutan akan dilaksanakan Senin 29 Oktober 2012.

3.    Kasus Bahasyim Assifie
Hasil gambar untuk Kasus Bahasyim Assifie
   Bahasyim adalah bekas Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII DJP Kemkeu.
Bahasyim terbukti melakukan korupsi dengan menerima suap dari Wajib Pajak Kartini Mulyadi senilai Rp 1 milyar saat dirinya menjadi kepala kantor pada Februari 2005.
Selain itu, Bahasyim juga didakwa melakukan pencucian uang dengan modus memindahkan harta Rp932 miliar ke dalam rekening anak dan istrinya. Uang tersebut diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Di tingkat pertama Bahasyim divonis 10 tahun dan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tipikor Bahasyim divonis 12 tahun.

4.    Kasus PT Asian Agri Group
Hasil gambar untuk Kasus PT Asian Agri Group
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.

Awal Mula Kasus
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci.
Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga “bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

Kajian Hukum Sebuah Kasus
Dalam  persidangan di Pengadilan  Negeri Jakarta Pusat, ternyata diketahui bahwa Majelis Hakim Pengadilan menolak eksepsi dari Manajer Asian Agri Group yang diwakili oleh Pengacaranya. Eksepsi yang disampaikan Pengacara Asian Agri Group pada dasarnya menegaskan bahwa penyelesaian kasus dugaan penyelewengan pajak merupakan kewenangan Pengadilan Pajak karena merupakan persoalan atau sengketa pajak yang sudah diatur dalam undang-undang pajak.
Sengketa pajak yang muncul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan Wajib Pajak harus diupayakan penyelesaiannya secara baik, sederhana, murah, dan cepat. Artinya, ada jalan penyelesaian secara kekeluargaan dengan musyawarah antara kedua belah pihak yang bersengketa dan tetap memperhatikan peraturan perpajakan.
Namun, Majelis Hakim menolak eksepsi Pengacara Asian Agri Group dan berpendapat bahwa kasus Asian Agri Group bukan merupakan sengketa pajak karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh  Direktorat Jenderal Pajak. Kalau sengketa pajak akan ada upaya hukum untuk menyelesaikannya, yaitu melalui upaya hukum  keberatan. Oleh karenanya, kasus Asian Agri Group bisa diadili oleh Pengadilan Negeri.
Penolakan eksepsi inilah yang perlu mendapat kajian apakah benar argumentasi hukum yang dibangun Majelis Hakim hingga kasus dugaan penggelapan pajak bisa dipidana karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar adanya sengketa pajak. Kalau permasalahan pajak dibawa dalam ranah hukum  pidana, tentu menjadi kontradiktif terkait proses administrasi pajak yang tujuan utamanya mengumpulkan uang pajak. Pilihan memidanakan Wajib Pajak atau memprioritaskan penerimaan tentu menjadi politik kepentingan pemerintah. Untuk itu, kajian komprehensif pemidanaan atas pajak, patut menjadi perhatian serius agar tidak terjadi keresahan terus menerus di kalangan dunia usaha dan pegawai pajak.
Seperti diuraikan diatas, dalam banyak literatur disebutkan bahwa hukum pajak tergolong sebagai hukum publik, termasuk hukum administrasi/tata usaha negara. Jalur hukum administrasi (hukum pajak) mempunyai cara penyelesaiannya sendiri sesuai dengan aturan yang sudah ditegaskan dalam  undang-undang pajak yang mengaturnya. Jika seperti itu, menyelesaikan persoalan administrasi pajak dengan cara pidana menjadi kontradiktik ketika negara membutuhkan dana pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang tiap tahun jumlahnya terus naik (meningkat). Persoalan memidana Wajib Pajak jelas membawa keresahan tersendiri bagi pelaku dunia usaha. Artinya, pelaku usaha menjadi takut dipidana ketika persoalan penghitungan pajak yang cukup rumit akan dipersoalkan menjadi persoalan berindikasikan tindak pidana.
Pendapat pakar hukum dalam kasus Asian Agri Group di atas, menarik untuk dikaji dan dipahami dengan baik oleh semua aparat penegak hukum terutama aparat Kepolisian, Kejaksaan, maupun Hakim. Kesamaan visi memandang pajak tidak boleh dipidana karena merupakan bagian dari hukum administrasi, harus menjadi perhatian bersama.
Hukum pajak sebagai bagian hukum tata usaha negara memang bersumber pada peristiwa perdata, yang apabila dilanggar dapat diancam dengan pelanggaran pidana. Dalam hukum pajak memuat unsur-unsur :
·     Hukum tata negara dan hukum tata usaha negara.
·     Hukum perdata;
·    Hukum pidana. Menyamakan persepsi demikian memang tidak mudah. Diperlukan satu koordinasi yang kuat. Presiden selaku pimpinan eksekutif sebaiknya memimpin proses koordinasi demikian.
Penyelesaian Kasus PT Asian Agri Grup
PT Asian Agri Group (AAG) telah diduga melakukan penggelapan  pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Asian Agri akhirnya benar - benar melayangkan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada 14 anak perusahaannya. Perusahaan perkebunan sawit milik taipan Sukanto Tanoto ini melayangkan surat keberatan setelah membayar senilai Rp 969,675 miliar atau 49% dari total pajak terutang yakni mencapai Rp 1,95 triliun.
Sedari awal Asian Agri memang berniat banding atas penetapan SKP yang ditetapkan DJP. Namun mereka harus terlebih dulu membayar setengah dari total utang pajak. Asian Agri melayangkan keberatan karena menganggap SKP yang mencapai Rp 1,95 triliun tidak sesuai, sebab melebihi total keuntungan perusahaannya yang pada 2002-2005 hanya Rp 1,24 triliun. Total utang pajak plus denda Asian Agri sendiri mencapai Rp 1,959 triliun.
General Manajer Grup Asian Agri, Freddy Widjaya mengatakan, surat keberatan SKP telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. "Sesuai dengan jangka waktu tiga bulan sejak tanggal penerbitan SKP." ujarnya kepada KONTAN di Jakarta, Rabu (4/9).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Kismamtoro Petrus mengakui telah menerima surat keberatan Asian Agri pada 28 Agustus 2013. DJP wajib memberikan keputusan atas keberatan itu paling lambat dua belas bulan.
Meski keberatan, Asian Agri tetap harus membayar sisa utang pajak seperti dalam SKP. Jika Asian Agri tidak melunasi seluruh tagihan SKP setelah jatuh tempo, DJP dapatmelakukan penagihan aktif berupa teguran, penerbitan surat paksa, penyitaan dan blokir rekening hingga pelelangan aset.

5.    Kasus Herry Setiadji, Indarto Catur Nugroho dan Slamet Riyana
Gambar terkait
Herry Setiadji
Gambar terkait
Indarto Catur Nugroho
Hasil gambar untuk Slamet Riyana
Herry Setiadji (kiri) dan Slamet Riyana (kanan)

Mereka adalah tiga bekas pegawai Kantor Pajak Kebayoran Baru III DJP Kemkeu. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan masing-masing vonis 5 tahun penjara.
Mereka terbukti memeras perusahaan wajib pajak, yakni PT Electronic Design and Manufacturing International (EDMI) terkait restitusi lebih bayar pajak atas Pajak Penghasilan (PPh) Badan Tahun 2012 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masa Februari 2013 sekitar Rp 3 milyar. Ketiga orang ini memeras PT EDMI untuk membayarkan uang sejumlah Rp 450 juta, agar kelebihan pajak bisa dikembalikan.


6.    Kasus Penunggakan Pembayaran Pajak di Kota Bandung
Pemerintah Kota  Bandung lamban dalam menyelesaikan piutang pajak tahun 2011 yang berjumlah sekitar Rp3,8 Miliar. Jika melihat akumulasi dari tahun 2006 hingga  2011, piutang pajak itu mencapai angka Rp 23,4 Miliar. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterima Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), piutang itu berasal dari sektor perhotelan  Rp344 juta, restoran Rp 539 juta, hiburan Rp 72 juta, reklame Rp 469 juta, parkir Rp59 juta, BPHTB Rp2,1 miliar dan air tanah 135juta.
Dinas Pendapatan Daerah juga  harus berkoordinasi dengan dinas-dinas yang mengeluarkan izin usaha.Kedepan,  untuk menghindari hal itu terulang, sebelum pengusaha menjalankan izin usahanya terlebih dahulu membayar pajak.

7.    Kasus Dugaan Suap Pejabat Ditjen Pajak
Hasil gambar untuk Handang Soekarno
Handang Soekarno
Hasil gambar untuk R. Rajamohanan Nair
R. Rajamohanan Nair

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka dalam kasus dugaan suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara pada Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (22/11/2016).
Mereka adalah Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia, R. Rajamohanan Nair dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno. Keduanya ditahan di Rumah Tahanan KPK.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
KPK mengamankan uang sejumlah 148.500 dollar AS atau setara Rp 1,9 miliar.
Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang.
Rajamohanan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Handang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

8.    Kasus Tommy Hendratno
Hasil gambar untuk Kasus Tommy Hendratno
Tommy Hendratno adalah bekas Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pajak Sidoarjo, Jawa Timur. Ia terbukti menyalahgunakan kewenangannya dan menerima suap Rp280 juta terkait pengurusan restitusi atau lebih bayar miliki PT Bhakti Investama Tbk.
Dalam vonis PN Tipikor, Tommy terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor. Vonis Pengadilan Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pajak Pratama (KPP) cabang Sidoarjo ini lima tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta subsider dua bulan kurungan. Jaksa menyatakan Tommy Hendratno terbukti pada dakwaan kedua, yakni melanggar Pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 31 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tommy terbukti menerima uang senilai Rp280 juta dalam tas hitam dari James Gunardjo melalu Hendy Anuranto di sebuah restoran Padang yang berada kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada 6 Juni 2012. Pemberian tersebut untuk membantu memberikan data klaim SPT pajak PT Bhakti Investama senilai Rp 3 miliar.

9.    Kasus Pargono Riyadi
Hasil gambar untuk Kasus Pargono Riyadi
Pegawai pajak Pargono Riyadi sudah ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan pemerasan Asep Hendro. Inilah kasus pemerasan pertama yang diusut oleh lembaga antikorupsi tersebut.
Pargono adalah bekas PPNS di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis empat tahun enam bulan penjara. Ia terbukti memeras wajib pajak Asep Yusup Hendra Permana, pemiliki PT Asep Hendro Racing Sport (AHRS) sebesar Rp600 juta.
Menurut Jubir KPK, Johan Budi, pasal yang disangkakan kepada Pargono memang baru kali ini diterapkan. "Pasal itu memang baru diterapkan sekarang," jelas Johan di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (11\/4\/2013). Dalam proses penyelidikan, KPK menemukan indikasi kuat jika Pargono memeras pengusaha otomotif Asep. Mantan pembalap nasional ini pun memang akhirnya dibebaskan. Kini KPK sedang menelusuri, apakah hanya Asep saja yang sudah diperas oleh Pargono. Termasuk sudah berapa kali Pargono memeras Asep.
Pargono dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 UU Pemberantasan Korupsi. Pasal itu mengatur mengenai pemerasan yang dilakukan penyelenggaran negara.

10.    Kasus Wilmar Group
Hasil gambar untuk Kasus Wilmar Group.
Nama Wilmar Group identik sebagai juragan kelapa sawit dan produk turunannya di Indonesia. Sang pendirinya, Martua Sitorus, pun menjadi kaya raya dari roda dua usaha 67 perusahaan yang bernaung di bawahnya. Martua tercatat sebagai orang terkaya nomor tujuh di Indonesia menurut majalah Forbes, dengan kekayaan US$ 2 milyar atau sekitar Rp 22 trilyun. Namun, nama besar Wilmar Group itu belakangan tercoreng oleh laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Panitia Kerja (Panja) Mafia Perpajakn komisi III DPR. Ketua Panja Mafia Perpajakn, Tjatur Sapto Edy, menjelaskan bahwa pihaknya memang meminta PPATK untuk menelusuri transaksi-transaksi di bidang perpajakan yang mencurigakan, termasuk di dalamnya transaksi pajak Wilmar.
Menurut PPATK terdapat ekspor barang yang tidak didukung dokumen valid sekitar Rp 6 Trilyun. Selain itu ada pula kejanggalan penyimpanan uang restitusi pajak Wilmar periode 2009-2010. Nilainya Rp 3,5 trilyun, yang dimasukkan ke rekening pinjaman. Seharusnya, restitusi itu dipakai untuk pembayaran. Atas dua temuan itu, PPATK memperkirakan kerugian negara sebesar Rp 600 milyar dan 3,5 trilyun.
Temuan baru PPATK itu menjadi bukti anyar adanya dugaan permainan pajak oleh WNI dan MNA yang sebelumnya diungkap Mohammad Isnaeni, Kepala Kantor  Pelayanan Pajak Besar Dua. Isnaeni mengirim surat bersifat rahasia kepada Direktur Jenderal Pajak tentang kejanggalan pajak WNI dan MNA.
Kasus dugaan permainan pajak Wilmar itu juga sudah sampai ke meja Andi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Bersama tim, Andi menelisik dugaan tindak pidana perpajakan itu.
Dari hasil pemeriksaan, tak ditemukan adanya unsur pidana, sehingga pada pertengahan tahun ini, Gedung Bundar mengembalikan berkas dugaan permainan pajak Wilmar itu ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Pengembalian kasus pajak Wilmar ke Ditjen Pajak itu diiringi isu tak sedap yang memapar Gedung Bundar. Andi Nirwanto, diisukan menerima suap Rp 80 milyar dari Wilmar. Jaksa Agung Basrief pun melansir janji untuk memeriksa Jampidsus terkait isu suap tersebut. Dari hasil pemeriksaan internal yang dilakukan Basrief memastikan tak ada suap untuk Andi.
Kasus dugaan permainan pajak Wilmar itunjuga sudah sampai ke meja Andi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Bersama tim, Andi menelisik dugaan tindak pidana perpajakan itu.

11.    Kasus Tindak Pidana Perpajakan Yang Diduga Dilakukan Dua Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon Dan Fahri Hamzah.
Hasil gambar untuk Kasus Tindak Pidana Perpajakan Yang Diduga Dilakukan Dua Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon Dan Fahri Hamzah.
Mantan Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Handang Soekarno buka suara soal dugaan tindak pidana perpajakan yang diduga dilakukan dua Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Dugaan pidana pajak yang melibatkan Fadli Zon dan Fahri Hamzah terungkap dalam persidangan terhadap Handang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/5/2017).
Menurut Handang, dugaan tersebut berawal dari informasi intelijen. "Sumbernya adalah data dari analisis hasil kerja Direktorat Intelijen, saya sebagai Kasubdit Bukper menerima masukan dari laporan intelijen," kata Handang saat dikonfirmasi. Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan barang bukti berupa nota dinas yang dimiliki terdakwa Handang Soekarno. Nota dinas tersebut kemudian dibenarkan oleh Direktur Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Dadang Suwarna, yang menjadi saksi untuk Handang. Nota dinas yang ditunjukan jaksa mencantumkan sejumlah nama wajib pajak, baik berupa perorangan maupun korporasi. Dua di antaranya adalah wajib pajak atas nama Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Dalam nota dinas dijelaskan bahwa Fadli Zon diduga tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi atas nama Fadli Zon, untuk tahun pajak 2013 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Dalam catatan lain, Fadli Zon ditulis tidak menyampaikan SPT dari tahun 2011 sampai 2015. Selain, itu terdapat catatan atas nama wajib pajak Fahri Hamzah. Dalam nota dinas, Fahri diduga menyampaikan SPT Tahunan PPh orang pribadi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, untuk tahun pajak 2013 - 2014 ke KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan. "Daftar harta 2014 berbeda dengan LHKPN dengan jumlah selisih Rp 4,46 miliar,"

   Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan mengenai kasus pengelapan pajak yaitu sebagai berikut :
1.      Pemerintah harus tegas dalam menangani kasus kecurangan pajak yang terjadi di Indonesia
2.      Penghindaran Pajak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal ini, seharusnya Kantor Pelayanan Pajak lebih meningkatkan kembali pengawasannya kepada para wajib pajak agar tidak melakukan hal-hal yang dianggap merugikan negara dengan tidak mengikuti peraturan undang-undang perpajakan yang ada.
3.      Penggelapan Pajak dan Penghindaran Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini harus menjadi perhatian lebih bagi Kantor Pelayanan Pajak dikarenakan Pajak Pertambahan Nilai merupakan penerimaan negara yang cukup besar. Maka dari itu, seharusnya Kantor Pelayanan Pajak lebih meningkatkan lagi.

Sumber :
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161122162351-12-174492/rentetan-kasus-korupsi-yang-menjerat-pegawai-pajak/
http://muhammadbayu05.blogspot.co.id/2016/04/penggelapan-pajak.html
http://nasional.kompas.com/read/2017/05/10/18232701/dugaan.pidana.pajak.fahri.hamzah.dan.fadli.zon.berawal.dari.intelijen.pajak
http://news.detik.com/berita/2218088/kasus-pargono-riyadi-kasus-pemerasan-pertama-yang-diusut-kpk
http://kakakhum.blogspot.com/2017/09/makalah-kasus-kecurangan-pajak.html

Membuat e-commerce Berbasis Web

Pada Semester Ke-3 ini, kami mendapatkan tugas kelompok mata kuliah Pengantar Teknologi Internet & New Media, untuk membuat e-comme...